Jumat, 14 November 2008

Kalimat Bijak

“Jika kita tak dapat mengakhiri perbedaan yang ada. Paling tidak, marilah kita menciptakan dunia yang tentram dalam kondisi berbeda itu.”
John F. Kennedy, Mantan Presiden AS

“Integritas sejati adalah mengerjakan segala sesuatunya dengan benar, walaupun orang lain memperhatikan Anda atau tidak.”
Oprah Winfrey, Ratu Talk Show

“Persahabatan itu tidak sama dengan berbisnis. Karena ia tidak mendatangkan materi.”
Jane Austen, Penulis

”Aku ini bukan apa-apa kalau tanpa rakyat. Aku besar karena rakyat, aku berjuang karena rakyat dan aku penyambung lidah rakyat.”
Soekarno (1901-1970)

“Manusia berkembang jika melalui pengalaman hidup yang penuh kejujuran dan keberanian. Karena dari sanalah karakter tertempa.”
Eleanor Roosevelt (1884 - 1962)

“Tak masalah jika seekor kucing itu berwarna hitam atau putih. Yang terpenting ia bisa menangkap tikus. “
Deng Xiaoping, Negarawan China

“Saya tak tahu apa kunci sukses. Yang saya tahu, kunci kegagalan berpangkal pada perilaku menjilat semua orang.”
Bill Cosby, aktor

“Hidup yang tak terevaluasi adalah hal yang sia-sia.”
Socrates, Filsuf

“Optimisme berkesinambungan adalah suatu pelipat ganda kekuatan.”
Collin Powell, Mantan Menlu AS

“Dunia adalah negaraku, seluruh manusia adalah saudaraku, dan mengerjakan kebajikan adalah agamaku”
Thomas Paine (1737 - 1809), Patriot AS dan Filsuf

“Lebih baik menjadi sosok yang ditakuti daripada dicintai, jika memang tidak bisa menjadi keduanya.”
Machiavelli, filsuf

”Hidupkan imajinasi Anda, bukan pengalaman-pengalaman masa lalu.”
Stephen Covey, Mahaguru Leadership

”Bukan apa yang Anda katakan. Namun bagaimana Anda mengatakannya.”
Louis Armstrong, Penyanyi

”Masalah sebenarnya adalah soal apa yang akan Anda lakukan kepada penyelesai masalah setelah masalah itu terselesaikan.”
Gay Talese, Sastrawan

”Kebotakan adalah cara Tuhan menunjukkan pada Anda bahwa Anda hanyalah manusia.”
Bruce Willis, Aktor Hollywood

”Hidupkan imajinasi Anda, bukan pengalaman-pengalaman masa lalu.”
Stephen Covey, Mahaguru Leadership

“Kehebatan sejati sebuah bangsa terbentuk dari prinsip-prinsip humanitas,”
Thomas Paine, Sastrawan

”Suatu masalah penting yang kita hadapi tidak bisa diselesaikan dengan level pemikiran yang sama seperti kala kita memunculkan masalah itu.”
Albert Einstein, Ilmuwan

“Komunikasi adalah aspek terpenting dalam marketing.”
Akio Morita mantan CEO Sony

“Mereka yang mempunyai kesabaran akan mampu mewujudkan keinginannya.”
Benjamin Franklin, mantan presiden AS

“Sesaat saja Anda mulai berbicara tentang langkah apa yang harus dilakukan jika kalah, maka Anda sebenarnya telah kalah”
George Shultz, negarawan dan pebisnis

“Jika Anda ’menguliti’ customer, pastikan Anda menyisakan kulit mereka agar tetap tumbuh. Sehingga Anda bisa terus ’menguliti’ mereka”
Nikita Khruschev, Mantan Pemimpin Sovi

“Kedepankan sikap cermat untuk selalu tak terlihat. Kedepankan sikap misterius untuk selalu tak teraba. Maka Anda akan mampu mengontrol nasib kompetitor Anda”
Sun Tzu, Filsuf

“Jika Anda tak pernah memutuskan berhenti, Anda tak akan pernah terkalahkan”
Ted Turner, Pendiri CNN

“Serangkaian kebiasaan seringkali terlalu ringan untuk kita rasakan, sampai akhirnya terlalu berat untuk bisa kita tinggalkan”
Warren Buffet Mahaguru Investasi

“Pemimpin adalah sosok yang berkemampuan untuk membuat orang lain mengerjakan sesuatu yang tidak mereka inginkan, dan kemudian jadi menyukainya
Harry Truman

“Di setiap kisah sukses, Anda akan menemukan seseorang yang membuat keputusan berani”
Peter Drucker Mahaguru Manajemen

“Memberi maaf sesama bukanlah suatu tindakan yang lahir situasional; namun merupakan suatu karakter yang tertanam”
Martin Luther King Jr (1929-1968)

“Kebahagiaan adalah momen keselarasan antara berpikir, bertutur kata, dan berperilaku”
Mahatma Gandhi (1869 - 1948)

“tidak punya tangan untuk melakukan perubahan. Tapi kami akan terus berteriak. Kearifan moral itu, wisdom, tidak datang dari otak. Tetapi dari hati, dari integritas, kearifann. Perubahan”
Syafi’i Ma’arif: Kultur Kita Sudah Kumuh

“Menurut Anda, kapan kah manusia itu menjadi sosok paling tak berguna? Yaitu saat mereka tak bisa memerintah dan patuh pada perintah”
Goethe (1749-1832), sastrawan Jerman

“Kemenangan itu bak lingkaran gelombang di permukaan air, yang tak pernah berhenti melebarkan dirinya. Terus melebar hingga akhirnya hilang tak berwujud.”
William Shakespeare

Minggu, 09 November 2008

Pareto 80-20

Tulisan ini diinspirasi oleh Vilfredo Federico Damaso Pareto (1848-1923). Dia tercatat sebagai seorang sosiolog, ahli ekonomi dan filusuf (sumber wikipedia.org).

As u might guess, he’s italian. Yang menarik adalah prinsip Pareto yang terkenal dengan prinsip 80-20. Since he was an sociologist (which i’m lack of), he made a statement, "80% of the consequences stem from 20% of the causes", then Joseph M. Juran, suggested the principle and named it after Pareto, who observed that 80% of income in Italy went to 20% of the population.

Buat aku, bukan masalah Itali-nya, tapi kebenaran prinsip pareto 80-20 itu. Di Indonesia, prinsip 80-20 juga berlaku. 80% pemasukan yang didapat di negara ini jatuh hanya kepada 20% masyarakat… Sementara, 20% sisanya diperebutkan oleh 80% masyarakat lainnya. Nangkep maksutnya? Misalkan pemasukan Indonesia adalah 1000, maka 20% mendapatkan 800, dan 200 sisanya diperebutkan oleh 80% populasi.

Pertanyaannya, bagaimana bisa masuk dalam kelompok 20% ini? Ato,
mundur dulu… Siapa orang2 di kelompok 20% ini? Mereka adalah pemilik
bisnis, investor, dan wirausahawan.

Di Amerika, beberapa contoh elit kelompok 20% ini adalah Bill Gates (dengan Microsoftnya), Ray Kroc (dengan McDonaldnya). Di Inggris, tentu ada JK Rowling (dengan Harry Potternya). Di Indonesia, ada Pak Ciputra (dengan Ciputra Grupnya), ada Mochtar Riady (dengan Lippo Grupnya - termasuk universitas Ma Chung-nya)…

Nggak harus sekelas mereka untuk masuk
kelompok 20% ini. Tetangga di sebelah rumah ada yang buka toko
kelontong, tapi dia sudah bisa dikatakan masuk dalam kelompok 20% ini,
karena dia menguasai 80% perputaran uang di lingkungannya. Keluarga temenku ada
yang punya toserba di kabupaten Malang dan mereka adalah anggota dari kelompok 20% ini.

Contoh yang lebih jelas, di sekolah. Let’s say di SMAK Santo Yusup
(which i spend almost 10yrs). Satu siswa rata2 SPP perbulan adalah
400rb. Ada 1.500 siswa, yang artinya setiap bulan ada perputaran uang
sebesar 600jt. Guess what, prinsip 80-20 terjadi lagi. Ada 50 guru yang
harus digaji dan 20 karyawan. Berapa yang harus dikeluarkan? Assume
gaji guru 2jt (which is very high salary for a teacher) dan gaji
karyawan 1jt. Total? 120Jt (exactly 20%). Para guru dan karyawan ini
adalah 80% yang mendapat cmn 20% perputaran uang. Lalu 80% sisa uangnya
(480jt) lari kemana? As u might guess, sisa 80% itu lari ke beberapa
gelintir orang yang disebut dengan owner dan investor… Yang mana
mereka nggak harus ada di kantor dari jam 7 pagi sampe jam 4 sore
(kayak para guru dan karyawan), yang mana mereka nggak harus bikin soal
lalu ngoreksi ratusan lembar kertas ulangan, yang mana mereka nggak tau
susahnya nyiapin materi pengajaran, yang mana mereka nggak harus stress
ngadepin tingkah murid2, yang mana… yang mana… yang mana… So,
setiap bulan, 20% orang ini mendapatkan 480jt tanpa harus bekerja
sekeras para guru dan karyawan (wondering if the teachers know about
this fact…). Prinsip Pareto 80-20.

Pas tau tentang ini, rasanya insane bahwa banyak orang mau spend
seluruh waktu mereka (hingga akhir hayat mereka) dengan terus menerus
menjadi kelompok 80%.



Lalu kalo aku ditanya, apakah aku pingin masuk di 80% orang yang menguasai 20% uang ato 20% orang yang menguasai 80% uang, jawabannya tentu aku ingin masuk di jajaran 20% orang yang menguasai 80% uang. Bukan serakah, tapi aku bisa melakukan banyak hal dengan menjadi bagian dari 20% orang tersebut.

Kalo kamu juga bagian dari 20% tersebut, pasti banyak yang bisa kamu lakukan. Kamu bisa memberikan yang terbaik untuk keluarga kamu (wisata ke tempat2 eksotis bersama orang tua ato pasangan kamu, memberikan pendidikan terbaik untuk anak kamu kelak), kamu bisa punya banyak waktu untuk meningkatkan skill kamu dengan belajar musik, memasak, membaca buku2 bermutu, ato menulis (kalo kamu suka nulis), kamu bisa punya banyak waktu untuk bersantai, menonton film-film bermutu, dan satu hal yang nggak kalah penting, kamu juga bisa memberikan kontribusi kepada masyarakat atau kepada komunitas kamu.

Buat aku, itulah esensi untuk menjadi bagian dari 20% orang tersebut. Aku pingin bepergian ke tempat2 wisata di dunia dengan orang2 yang aku sayangi tanpa dibingungkan dengan terbatasnya uang di rekeningku, aku pingin dengan santai membaca buku2 bermutu tanpa harus meletakkan-kembali-ke-rak setelah melihat harga yang tertulis di baliknya (so sad…), aku pingin mengajar (as a cell group leader or as a lecturer) tanpa peduli apakah aku dibayar ato nggak, dan yang nggak kalah penting adalah aku isa contribute back to the society, aku pingin punya banyak waktu untuk menulis buku2 bermutu, educate people tanpa dibingungkan dengan tagihan2 bulanan. Itu bisa terjadi kalo kita adalah kelompok 20% yang menguasai 80% peredaran uang. Itu esensi menjadi bagian dari 20%… Jadi berkat untuk dunia kalo kata orang2 yang rohani.

Mana yang kamu suka? Berada di kelompok 20% ato kelompok 80%? Bekerja keras dari pagi sampe sore, setiap hari dan pada akhir bulan mendapatkan 20% peredaran uang ato menikmati hidup dengan kualitas hidup yang baik dengan 80% peredaran uang? Buat aku, sudah pasti berada di kelompok 20%. Dan research membuktikan dengan jelas bahwa dengan bekerja jadi dosen (ato pegawai apapun) dari jam 8 pagi sampe 4 sore, nggak akan pernah bisa bawa aku ke kelompok 20% itu.



Jadi, aku harus atur strategi untuk bisa masuk ke kelompok 20% itu. Langkah pertama adalah menjadi bagian dari kelompok 80%. Depends seberapa cepat aku belajar akan menentukan seberapa lama aku jadi bagian dari kelompok 80% tersebut (yang mana harus kerja keras demi mendapatkan 20% peredaran duit). Targetnya, maksimal 2 tahun. Ketika aku udah jadi bagian dari kelompok 20%, aku akan bisa dengan tenang mengajar kembali tanpa harus memikirkan berapa uang yang aku dapatkan, aku bisa dengan santai menulis tanpa berharap2 cemas kalo buku yang aku tulis nggak laku…

I don’t want to end up my life as a part of "the 80%s".
I don’t want to raise up my kids as a part of "the 80%s".
I don’t want to be "the 80%" who always struggling for monthly expenses and doesn’t have enough money to go for vacation with the family.

I want to be part of "the 20%". It’s not a choice. It’s a must!
YOU TOO, Friends! I strongly encourage you to be part of "the 20%".

See u in "the 20%" community!

Sumber:Chat di 20% community

What I've learned from school?

Ayo berandai2. Misalkan kamu dulu nggak pernah disekolahkan ma ortu kamu, kira2 kamu sekarang jadi apa? Ya, ok2… kamu masih jadi manusia, nggak akan berubah jadi ulet, kepompong ato kupu2 yang lucu. Maksutku apa perbedaan yang paling kamu rasakan seandainya kamu nggak pernah sekolah?

Ya, sekolah ngajar kamu banyak hal. Kalo kamu bisa baca posting ini, sebagian besar ilmunya, kamu dapetkan dari sekolah, mulai dari ilmu membaca, ilmu berbahasa, sampe ilmu komputer. Kamu dapet banyak hal dari sekolah. Kamu boleh bangga kalo kamu isa sampe pada tahap ini (SMA ato kuliah ato bahkan udah lulus kuliah), buanyaaaakkk banget yang udah kamu dapetkan dari sekolah dan thanks God kamu masih tetep manusia walopun tiap hari dijejali ilmu… I’ll tell u friends, nggak pernah ada sepanjang sejarah manusia, bahwa manusia mati karena kebanyakan belajar. Nggak perna ada sepanjang sejarah manusia, bahwa manusia kena serangan jantung begitu dikasi soal2 trigonometri. Nggak pernah ada sepanjang sejarah manusia, bahwa manusia kena kanker otak setelah belajar hukum gravitasi-nya Newton. Ato mati mendadak setelah belajar akuntansi. See? Manusia didesain ma Tuhan untuk belajar. Dan salah satu sarana belajar kalo kamu masih muda adalah lewat sekolah. Jadi tetep sekolah dan belajar. Ok?

Posting selesai.

Ha? Selesai? Garink amat…?

Hehe2… nggak2.

It’s good for u to go to the best school in town. Sama sekali nggak salah kamu belajar keras di sekolah demi dapet ilmu (dan nilai bagus?). Aku, sebagai seorang pengajar, akan selalu encourage murid2ku untuk educate ur self. Tapi, kamu nyadar nggak bahwa sekolah nggak bisa ngajar semua hal yang kamu butuhkan nanti…?

Tau nggak bahwa pelajaran biologi di sekolah ngajar tentang detail bagimana tumbuhan melepaskan oksigen tapi kita nggak pernah diajar tentang pentingnya melepaskan pengampunan untuk orang lain?

Tau nggak bahwa pelajaran matematika di sekolah ngajar detail tentang trigonometri tapi nggak pernah ngajar kita gimana berterimakasih ke orang lain?

Tau nggak bahwa pelajaran ekonomi di sekolah ngajar tentang akuntansi dan laporan keuangan tapi nggak pernah ngajar kita tentang pentingnya memberi, pentingnya memberkati orang lain dengan apa yang kita punya?

Tau nggak bahwa pelajaran menggambar di sekolah ngajar menggambar ruang/perspektif tapi nggak pernah ngajar kita gimana berempati, mengerti perasaan orang lain, melihat sesuatu dari perspektif orang lain…?

Tau nggak bahwa fisika di sekolah ngajar hukum Newton, hukum gaya gravitasi, tapi nggak pernah ngajar kita dengan detail tentang hukum kasih? Bagaimana hukum kasih ini dapat bekerja untuk membuat kedamaian?

Tau nggak bahwa biologi di sekolah ngajar tentang cara kerja tubuh, jantung, hati, darah, tapi nggak pernah ngajar kita tentang kerendahan hati? Tentang pentingnya punya good attitude? Tentang submission?

Tau nggak bahwa pelajaran Bahasa di sekolah ngajarkan tentang makna konotasi, denotasi tapi nggak pernah ngajar kita tentang pentingnya membangun, menghibur dan menguatkan orang lain?

Aku sedih sekali kalo tau ada anak yang pinter banget, tapi ternyata nggak punya good attitude. Jago ngerjakan akuntansi tapi nggak pernah bisa memberi, nggak ngerti apa itu murah hati. Punya perspektif ruang yang bagus, tapi nggak pernah punya empati ke orang lain. Jagoan biologi tapi nggak tau tentang kerendahan hati. Jagoan matematika tapi nggak tau bagaimana berterimakasih. Pinter bikin program komputer tapi tau gimana menghargai orang lain. Pinter menulis tapi dengan gampang berbohong dan menyakiti orang lain dengan kata2nya. Aku sedih, sekaligus kasian… Kasian karena aku tau banget rasanya jadi anak yang kayak gitu. I’ll tell u, friends… Kalo aku bisa nyebut itu semua, simply because that was me 10 tahun yang lalu. Aku nggak tau bagaimana berterimakasih, bagaimana menghargai orang lain, bagaimana submit ke orang yang lebih tua, apa itu rendah hati, aku nggak peduli dengan orang lain, aku nggak tau apa itu memberi, aku pinter membuat kata2 yang bikin orang lain ngerasa bodoh… That’s what i’ve learned from school… Ngeri ya?

Tahukah kamu bahwa setelah kamu selesai sekolah (dengan segudang ilmu yang udah kamu dapet), ternyata ilmu yang udah kamu punyai sedikit sekali berperan dalam kehidupan kamu? Teman2 kamu lebih tertarik kalo kamu adalah orang yang murah hati ketimbang dengan kemampuan akuntansi yang kamu punyai. Lebih tertarik kalo kamu bisa menghargai orang lain ketimbang kepandaian matematika kamu. Lebih tertarik dengan kerendahan hati kamu ketimbang ilmu biologi yang kamu punyai. Nggak ada pembicaraan tentang bagaimana jantung memompa darah. Nggak ada pembicaraan tentang aturan sinus dan cosinus. Nggak ada pembicaraan tentang titik lenyap dalam bangun ruang. Nggak ada pembicaraan tentang percepatan gravitasi sebesar 9.8 m/det2. Nggak ada pembicaraan tentang ikatan kovalen. Nggak ada pembicaraan bahwa algoritma quick sort jauh lebih efisien ketimbang algoritma bubble sort.

Ketika kamu bisa menguatkan temen kamu, bisa menghibur temen kamu yang lagi ada masalah, maka temen kamu akan menghargai kamu meskipun nilai bahasa kamu di raport cuman 6. Ketika kamu bisa memberi dengan tulus kepada temen kamu yang kekurangan, maka temen kamu akan menghargai kamu meskipun kamu nggak pernah bisa bikin neraca yang balans. Ketika kamu nggak sombong, nggak egois, selalu rendah hati, maka temen kamu akan menghargai kamu walopun kamu nggak pernah bisa ngerti bagaimana jantung memompa darah hingga sampai ke hati. Ketika kamu selalu jujur dan mengatakan kebenaran, maka temen kamu akan menghargai kamu meskipun kamu nggak bisa ngerti apa beda past tense dengan past perfect tense…

So, friends… Ada hal yang jauuuhh lebih penting ketimbang sains2 yang kamu pelajari di sekolah. Yup, sains2 itu penting. Aku nggak akan bisa mengajar kalo nggak ngerti sains… Tapi di atas semua sains itu, ada yang namanya attitude. Tetep belajar di sekolah sebanyak mungkin… dan jangan pernah lupakan untuk belajar ber-attitude dengan baik.

Sumber:Seorang Guru yang tak pernah ku lupakan Wira,thx^^

Kebiasaan begini begitu

Misalnya, aku punya kebiasaan (yang gak jelas baik ato nggaknya), gini: sejak dipasang kawat gigi (2 taon yang lalu), aku selalu ngamat2i gigi di depan cermin sebelom mandi. Jadi sebelom prosesi pengguyuran air dan bersabun, aku mesti ngadep cermin dulu, lalu mengamat2i gigi. Dulu pas pertama2 dipasang, motivasi mengamat2i gigi itu, pingin make sure bahwa gigi2ku bergeser pada tempat yang tepat. Nggak lama sih, skitar 30 detik aku ngamatinya. Baru setelah itu, prosesi pengguyuran air dimulai. Ternyata, walopun skarang aku udah yakin bahwa nggak ada masalah dengan pergeseran gigiku, aku nggak berenti melakukan pengamatan, malah jadi kebiasaan. Setiap kali sebelum prosesi pengguyuran air, aku pasti ngadep cermin dulu, dan ngamat2i gigi di depan cermin. Dan itu berlaku di manapun. Selama 2 taon ini, aku beberapa kali harus nggak tidur di rumah. Jadi kalo pas harus tidur di tempat laen, lalu ke kamar mandi untuk mandi, yang dicari pertama kali ya cermin. Rasanya kalo nggak ngelakukan itu, ada yang kurang dalam prosesi mandi. Aneh ya? Ituh yang aku maksut dengan kebiasaan. Dulunya pas blom dipasang kawat gigi, ya aku nggak pernah ngamat2i gigi sebelom mandi. Tapi sekarang jadi kebiasaan (btw, so far aku masih blom merasakan dampak negatif dari kebiasaan ini, jadi masih nggak ada rencana buat menghentikannya…)

Itu salah satu kebiasaanku dan aku masih buanyak kebiasaanku yang laen. Aku yakin, kamu juga punya kebiasaan. Say, kebiasaan mandi kamu (ada yang sebelom mandi, punya kebiasaan ngamat2i wajahnya, ngeliatin jerawatnya sambil mikir kok nggak ilang2 ato ngeliat bagian2 lain dari tubuhnya -jangan ngeres ya!-), kebiasaan kamu menyisir rambut (ada yang nyisir rambut dengan cepat, ada yang sampe satu per satu rambutnya dipastikan berada di slot yang tepat -emangnya CPU ada slot-nya segala), cara kamu menggosok gigi (ada yang menggosok gigi secara vertikal, ada juga yang horisontal), cara kamu belajar, cara kamu tidur (aku pernah nemui orang yang punya kebiasaan tidur dengan bertelanjang dada - ini cowok ya!), cara kamu jalan, cara kamu bicara… perhatikan aja… Tapih, slama kebiasaan kamu baik, ya teruskan aja.

Misalnya kebiasaan blajar 4 jam sehari (untuk pelajar SMA ato anak kuliahan ini udah baik, walopun menurutku idealnya 6 jam), kebiasaan sarapan, kebiasaan mandi sehari dua kali, kebiasaan berdoa, kebiasaan mengucapkan hal2 yang positif… Ituh semua menurut aku adalah kebiasaan baik. Jadi kalo kamu udah terbiasa ma hal2 itu, ya teruskan aja. (Btw, kebiasaan minum kopi di pagi hari itu kebiasaan baik nggak ya? Masalahnya, orang2 yang punya kebiasaan minum kopi, bangun tidur langsung yang dicari kopi… sama kayak aku sebelom mandi, yang dicari cermin dulu)

Yang gawat ituh… kalo kamu punya kebiasaan yang jelek. Misalnya kebiasaan nggak mandi (baik pagi ato sore atau pagi dan sore), kebiasaan tidur 12 jam sehari (sampe2 punya alasan, badan capek semua kalo blom 12 jam tidur), kebiasaan ngerokok (pro kontra deh, tapi mostly orang bilang itu nggak baik), kebiasaan ngomong hal2 negatif, kebiasaan berfantasi yang jelek2 ato istilahnya ngelanjor - ngelamun jorok (para cowok biasanya punya kebiasaan ini, jangan mandang guah dengan pandangan "jadi-kamu-juga?", NGGAK! kebiasaan jelek nggak perlu dipiara!), kebiasaan ber-masturbasi (skali lagi, ini biasanya para cowok. Juga pro-kontra, tapi ktika ber-masturbasi, mostly, yang dipikirkan adalah hal2 yang jorok, dan nurut guah, memikirkan hal jorok jelas bukan hal yang baik).

Apa kamu nyadar dengan kebiasaan2 bagus ato jelek kamu? Mungkin kalo kamu nggak nyadar (saking biasanya), kamu harus nanya orang laen… Orang2 yang deket ma kamuh biasanya tau kebiasaan2 kamu (tanpa kamu sadari).

Nah, yang aku tau, di bumi yang kita injek ini punya hukum yang berlaku untuk semua manusia yang hidup di dalamnya, namanya tabur-tuai (sow-reap). Kalo kamu menabur kebiasaan, kamu akan menuai karakter. Karakter kamu ituh terbentuk dari kebiasaan2 yang kamu lakukan. Kalo kamu punya kebiasaan baik, ya kamu akan punya karakter yang baik. Kalo kamu punya kebiasaan jelek, ya kamu akan punya karakter yang jelek. Contoh gampangnya aku. Aku ini punya kebiasaan jelek yaitu "nggak suka menyapa orang atau beramah-tamah dengan orang lain" (ciri khas orang yang introvert, lebih menikwati waktu sendirian ketimbang bersama orang laen, lebih enjoy baca buku sendiran di kamar ketimbang hangin’ out bareng temen2, lebih suka menikmati pantai ato gunung yang gak banyak orang ketimbang berame2 di mall).

Nah, ciri introvert ini kebawa kalo aku ktemu dengan orang yang aku kenal (which is kenalnya gak gitu akrab dan aku gak punya urusan apa2 ma dia). Misalnya aja, temen pas SMP (yang dulu pas SMP cuman sekedar tau namanya, tapi gak pernah ngobrol2). Trus kita ktemu di jalan ato di mall, ato di supermarket, ato di tempat umum manapun. Aku masih inget wajahnya, tapi jarang banget aku nyapa duluan… (lah gak ada urusan apa2 sih). Dengan berbagai daya upaya, aku akan berusaha menghindari agar nggak terlihat ma dia (kalo aku punya jaket-nya Harry Potter yang isa bikin nggak kliatan itu, pasti udah aku pake). Kalopun terpaksa kliatan, aku cuman senyum aja dan memandang dia dengan pandangan "nggak-perlu-beramah-tamah-okay?" ato yang lebih parah, langsung buang muka berlagak gak kenal (ada yang punya kebiasaan gitu?). I know, kebiasaan jelek. Dan tau nggak karakter apa yang aku tuai? Karakter sombong. Yap, aku dapet predikat "orang sombong" akibat kebiasaan jelek itu. Bukan predikat yang baik, that’s why aku berusaha keras mengubah kebiasaan jelek itu. Mulai "basa-basi" ma orang laen. Ternyata asyik juga… (ditambah bahwa kemampuan berbasa-basi dapat diterapkan waktu pdkt ke cewek!). Jadi aku mulai enjoy beramah-tamah (walopun sifat dasar introvert seringkali mendominasi)

Aku punya kebiasaan lagi, sebelum makan, aku selalu mengucap syukur ke Tuhan untuk makanan yang udah Dia kasih ke aku. Apapun makanannya, minumnya teh botol sosro… Eh, nggak ding, apapun makannya, I’ll say "Tuhan, terimakasih untuk makanan yang sudah Kau berikan ini, aku terima dengan ucapan syukur…" Ketika bilang itu, aku mengucapkan dengan sungguh2 (orang bilang guah lagi doa… whatever sebutannya, intinya aku bersyukur karena Tuhan masih pelihara aku dengan sampe saat ini). Dan, karena kebiasaan "kecil" itu aku menuai karakter sebagai orang yang "bisa-bersyukur-dalam-keadaan-apapun". Bagaimanapun kondisi yang aku hadapi, aku tetep isa mikir bahwa kalo untuk makanan aja aku selalu dicukupkan ma Tuhan, pasti untuk keperluan laen2nya, untuk masalah apapun, Tuhan juga akan taking care aku… Dan karena aku terbiasa mikir gitu, ya persis seperti yang aku pikirkan itulah Tuhan bertindak. Dia taking care aku every single day. Karena kebiasaan kecil, yaitu mengucap syukur untuk hal2 yang kecil.

Karakter kamu ituh adalah produk dari kebiasaan-kebiasaan yang kamu lakukan. Perhatikan aja karakter yang ada di kamu sekarang. Lalu cari kebiasaan yang sering kamu lakukan sehingga kamu bisa punya karakter tersebut. Nah, aku punya fakta yang akan bikin kamu terkejut. Masa depan adalah hasil tuaian dari karakter kamu. Jadi masa depan itu bukan NASIB yang udah kebentuk ketika kamu lahir. Lahir… Crot! Langsung ketauan masa depan-nya baik… Nggak! Bukan gitu konsepnya. Menabur karakter, hasil tuaian-nya adalah masa depan kamu. Masa depan kamu ditentukan oleh karakter kamu. Percaya? Contoh garink: kebiasaan bermalas2an akan menghasilkan karakter "pemalas". Dan blom pernah ada orang yang menabur karakter "pemalas" dalam hidup mereka menuai kesuksesan… Blom pernah terjadi.

Coba kamu amat2i orang sukses di sekeliling kamu, perhatikan kebiasaan2 mereka (ortu kamu ato siapapun yang sukses). Kmungkinan besar mereka adalah orang2 yang punya kebiasaan bekerja berjam2 (nggak males), punya kebiasaan ngeliat sesuatu sebagai peluang (think positif), punya kebiasaan mengerjakan sesuatu sampe kelar (gak gampang nyerah/ulet) dan sederetan kebiasaan baik lainnya. Kebiasaan itu, membentuk karakter mereka (karakter tahan banting, karakter pekerja keras)… Dan kalo akhirnya mereka menuai kesuksesan, ya nggak perlu heran kan?

Kabar baiknya, KEBIASAAN ITU BUKAN SESUATU YANG MUTLAK! Kebiasaan itu bisa dibentuk (inget definisi kebiasaan menurut versi Windra: sesuatu yang kamu lakukan secara periodik, dulunya, hal itu nggak pernah kamu lakukan, tapi sekarang jadi ngelakukannya secara periodik). Kalo kpingin masa depan yang baik, knapa nggak memulai dengan kebiasaan yang baik dari sekarang? Mengubah kebiasaan (ato membuat kebiasaan baru) itu butuh 21 periode untuk membuat kamu jadi terbiasa dan 21 periode lagi untuk membuat kamu menjadi nyaman ngelakukannya. Ini berlaku buat kebiasaan baik maupun kebiasaan nggak baik.

Maksutnya gini: kalo kamu terbiasa tidur 12 jam sehari (dan punya niat ngubah jadi 6 jam sehari), kamu butuh waktu 21 hari untuk menjadi terbiasa (tapi masih blom nyaman). Baru 21 hari kemudian kamu (kalo kamu konsisten tidur 6 jam setiap hari) kamu akan merasa nyaman. Nah, yang sulit ituh adalah pada hari-hari pertama. Biasanya tidur 12 jam, sekarang jadi cuman 6 jam. Godaan untuk jatoh kembali pada 12 jam itu gede banget. Tapi trust me, kalo kamu isa ngelewati 6 minggu ituh (21+21 hari), kamu pasti nyaman walopun cuman tidur 6 jam (malah kalo tidur 12 jam jadi nggak nyaman)! Justru karena sulit ituh, makanya nggak semua orang bisa (dengan kata laen, nggak semua orang bisa membiasakan diri dengan kebiasaan baik sehingga nggak semua orang isa menuai kesuksesan… intinya, cuman orang2 yang though, yang tangguh, yang mau memaksa dirinya untuk membiasakan melakukan hal2 yang baik-walopun sulit- itulah yang akan menuai kesuksesan).

Hal yang sama berlaku untuk membiasakan kebiasaan jelek. Kalo pengen membiasakan merokok, gampang aja. Coba merokok 1 batang sehari. Dalam 21 hari, kamu akan terbiasa merokok (walopun blom nyaman2 banget). Lalu 21 hari berikutnya (kalo masih tetep konsisten merokok), kamu akan nyaman dengan rokok itu. (kebiasaan ini bisa dibalik bagi yang pengen berenti dari kebiasaan ngerokok, berenti dari kebiasaan ngelan-jor, berenti dari kebiasaan ber-masturbasi).

Pengen punya kebiasaan makan pagi? Gampang. Setiap hari selama 42 hari, makan pagi terus (jangan ada satu haripun yang kelewat). Di hari ke-42, kamu akan nyaman dengan kebiasaan kamu (hal ini berlaku juga bagi yang kepingin punya kebiasaan bangun jam 5 pagi, doa pagi, blajar pagi, lari pagi). That’s explain juga knapah aku sampe bisa nyaman dengan kebiasaan mengamati gigi sebelom mandi… (2 taon, gimana gak jadi nyaman?)

Pengen terbiasa blajar 6 jam sehari? Gampang. Paksa diri kamu untuk membaca buku pelajaran ato ngerjain pe-er selama 6 jam setiap hari (bisa pake sistem 2jam-break-2jam-break-2jam). Dalam 42 hari (21 hari terbiasa dan 21 hari berikutnya nyaman), kamu akan merasa nyaman dengan belajar 6 jam sehari! (Jangan ada alasan "nggak-ada-yang-perlu-dipelajari" sehingga kamu tergoda untuk nggak belajar). Harus berturut2 42 hari baru kamu merasa nyaman. Dan kalo nggak belajar 6 jam, pasti kamu ngerasa ada yang kurang.

That’s explain juga kenapa orang yang putus cinta (setelah pacaran lama), jadi nggak gampang ngelupain. Lah wong mereka udah terbiasa berdua2, kebiasaan telepon2an, kebiasaan sms2an (udah ngelewati fase 21+21 sehingga merasa nyaman berdua)… Cara ngelupainnya gimana? Ya mesti dibiasakan untuk nggak berdua2 (pake prinsip 21+21 lagi dalam versi kebalikannya).

That’s how our mind work… Pretty simple kan?

Kebiasaan2 ini boleh dicoba kalo mau:

1. Kebiasaan bangun pagi dan blajar.
2. Kebiasaan blajar minimal 4 jam sehari.
3. Kebiasaan sarapan pagi.
4. Kebiasaan ngomong yang enak didengar (ngomong positif).
5. Kebiasaan nggak jelek2an orang lain.
6. Kebiasaan mengucap syukur untuk kejadian apapun.
7. Kebiasaan berdoa (minta penyertaan Tuhan).

Btw, selain berusaha untuk bisa nyaman dengan kebiasaan2 di atas, aku sekarang lagi membiasakan diri untuk nulis blog setiap minggu minimal 1 (dan so far sudah berjalan selama 10 periode / 10 minggu… tapi rasanya aku udah mulai nyaman, kmungkinan untuk membiasakan sesuatu yang menyenangkan buat kita, nggak perlu 21+21, kayaknya 10+10 udah mulai nyaman…).

Is it a good habit? I think so… It develops my writing skill.

Jadi instead of punya kebiasaan yang jelek, kan mending membiasakan diri dengan kebiasaan yang baik… Cuman 21+21 kali loh! Inget, menabur kebiasaan akan menuai karakter. Menabur karakter akan menuai masa depan… Masa tega sih kamu kalo masa depan kamu nggak baek gara2 kamu sekarang punya kebiasaan yang nggak baek? Menabur kebiasaan baik gitu looo…

Senang-Lihat-teman-susah vs Susah-lihat-teman-senang

Ada sindrom yang aneh di sekeliling kita. Terjadi hampir di semua lapisan masyarakat. Mulai dari anak kecil sampe orang tua. Osteoporosis boleh cuman menyerang orang tua. Merengek2 minta uang jajan boleh cuman terjadi pada anak-anak kecil. Perasaan sedih ketika ulangan dapet jelek boleh cuman terjadi pada anak sekolah. Keinginan demo cuman ada pada para pekerja yang merasa dirugikan oleh pihak manajemen perusahaan. Kekuatiran terhadap masa depan anak, hanya bisa dirasakan oleh papa mama yang udah punya anak. Ketakutan nggak naek kelas, hanya bisa dialami oleh para pelajar. Lah, yang uniknya ada sindrom yang terjadi di semua lapisan masyarakat. Dari anak kecil yang baru bisa ngomong sampe orang tua yang udah nggak bisa ngomong bisa mengalami sindrom ini. Tau sindromnya?

Ada dua sindrom, yaitu sindrom senang-melihat-teman-susah dan susah-melihat-teman-senang. Kalo liat temen yang lagi ditimpa kesusahan, dia seneng. Dan dia susah kalo ngeliat teman yang lagi seneng. Pernah ngalami (menjadi objek atau subjeknya)? I bet you did! Mana yang lebih baik, sindrom seneng-melihat-teman-susah ato susah-melihat-teman-seneng?

Sindrom seneng-melihat-temen-susah itu sama jeleknya dengan sindrom susah-melihat-teman-seneng. Kalo boleh aku dengan "kasar" mengatakan, itu adalah penyakit… (btw, the-girl-who-still-remain juga seorang calon dokter, aku bisa minta saran buat nama penyakit ini, bu…?). Emm… kalo harus ngasih nama sindrom ini, aku akan memberi nama sindrom SMTS (untuk mewakili kedua sindrom ini, senang-melihat-teman-susah sekaligus susah-melihat-teman-senang).

Apakah sindrom SMTS terjadi pada anak kecil. Ya! Tanpa ada yang mengajari, anak kecil sudah terjangkit sindrom ini. Orang tua jelas tidak pernah mengajari mereka untuk bersedih ketika melihat temannya senang atau senang ketika temannya susah. Ayo, mau mengingat-ingat masa kecilmu? Apa yang kamu rasakan kalo kamu ngeliat seorang temenmu dengan asyik maen mobil2an (ato boneka buat anak2 cewek) yang lebih bagus dari pada punyamu? Most of them (anak-anak kecil) pasti segera terjangkit sindrom susah-melihat-teman-seneng. Rasa jengkel, iri, keinginan memiliki mobil2an (ato boneka) itu langsung ada di hatimu. I bet you did (hei, me too!).

Lalu pas kalian masih kecil, apa yang kalian rasakan kalo ngeliat ada temenmu yang lagi dimarahi guru (karena dia suka menggodai kamu)? Lega? Seneng? Nah kamu sedang terjangkit sindrom senang-melihat-teman-susah.

Ketika kamu udah rada gedean, sindromnya masih sama, tapi situasi pemicu terjadinya sindrom ini udah beda. Pas sekolah, ketika ada temen kamu dapet ulangan jelek (apalagi kalo itu sainganmu), sindrom yang terjadi adalah senang-melihat-teman-susah. Tapi ketika sainganmu berhasil menjuarai suatu kompetisi sehingga dia dipuji-puji guru, sindrom yang terjadi adalah susah-melihat-teman-senang. Hayooo ngaku nggak?

Later (buat kalian yang blom ngalami), ketika telah menyelesaikan studi dan terjun ke dunia kerja, sindrom ini masih terus terjadi. Baik yang jadi pebisnis maupun yang jadi pegawai. Kalo ada rekan bisnis yang dapet tender gede (dan itu nggak nguntungkan kita sama sekali), muncul sindrom susah-melihat-teman-seneng. Tapi ketika ada pebisnis saingan yang lagi bangkrut, gak isa bayar utang ampe semua aset-aset-nya disita bank, yang muncul adalah sindrom seneng-melihat-teman-susah.

Next journey of your life (setelah kalian punya anak), sindrom ini masih menjangkiti. Ngeliat anak dari temen kamu lebih berprestasi, langsung kalian terkena sindrom susah-melihat-temen-seneng (karena dia bangga banget ma anaknya, sedang kamu nggak isa membanggakan anakmu). Lalu, ngeliat anak temen kamu prestasi kalah jauh ma anakmu, sindrom yang muncul seneng-melihat-temen-susah.

Masuk akal kan kalo aku bilang sindrom SMTS adalah sindrom semua umur? Apa di sekelilingmu kamu ketemu ma orang-orang dengan sindrom SMTS? Ato jangan-jangan kamu sendiri juga mengidap sindrom ini? Stadium brapa? 1? 2? 3? 4? (1 paling ringan dan 4 paling berat).

Aku juga heran, bahwa ternyata ini adalah sindrom alami. Nggak pernah ada yang ngajari kita buat punya perasaan seneng ketika ngeliat teman susah ato susah ketika ngeliat temen seneng. Rasanya perasaan itu muncul gitu aja. Ini sindrom yang aneh… (ups… Aku ngalami dejavu saat nulis paragraf ini. Seolah-olah aku pernah nulis tentang ini sebelumnya… Hmm… aku jadi mikir bahwa mungkin Tuhan pernah reveal rencanaNya bahwa aku akan nulis hal-hal kayak gini, tapi setelah DIA nunjukkan rencanaNya DIA, ingatanku tentang hal ini dihapus agar gak sampe mengubah rencana DIA yang udah tersusun dengan baik. Dunno lah…)

Pertanyaannya, apakah ada obat buat penderita sindrom SMTS? Kalo yang dimaksud obat adalah obat dalam bentuk pil ato suntik, pasti gak ada. Coba deh, kamu tanya ke apotik, apa ada obat buat sindrom SMTS? Pasti si apoteker-nya bingung, lalu dengan polos nanya "Itu sindrom apa ya? Kok baru denger…". Nah, itulah kesempatanmu untuk menjelaskan bahwa ini adalah sindrom baru yang ditemukan (discovered) oleh Windra (ups, narsis mode lagi on!).

Obat buat sindrom ini nggak dalam bentuk pil. Eh, entar… Kamu setuju nggak kalo aku bilang sindrom ini adalah penyakit? Penyakit yang nggak ada untungnya bagi para pengidapnya (lagian sejak kapan penyakit bisa menguntungkan penderitanya? Ah, ya, ada… kalo kamu punya asuransi kesehatan mungkin bisa mengeruk keuntungan dari penyakit yang sedang kamu derita, kontak asuransi kesehatan terdekat untuk keterangan lebih lanjut).

Obatnya sindrom ini adalah brain-washing! Cuci-otak. Kamu nggak isa menggunakan sabun cuci merek apapun yang pasti. Cuci-otak kayak apa?
Gini deh, jelas ketika kamu terkena sindrom SMTS (susah-melihat-teman-seneng), sindrom itu merugikan kamu. Siapa sih yang mau susah? Misalnya ketika temen kamu lagi seneng (karena dia punya pacar baru, sedang kamu masih blom laku juga, karena dia peringkatnya lebih baik dari kamu, sedangkan kamu ngepres, karena dia dapet fasilitas dari ortu yang lebih baik ketimbang kamu, dst… dst…), lalu kamu yang terkena sindrom susah-melihat-temen-seneng, langsung stress! Tiap hari mikir… "Kok isa ya dia dapet cowok itu… Aku ini jelas-jelas lebih cakep dari dia, lebih pinter, lebih keren, lebih gaul, tapi kok isa cowok itu lebih milih dia? Huh…! Awas ya…! Nanti kalo ketemu…" (kamu teruskan sendiri deh, aku gak ikut2, hehe2). Sapa yang setuju bahwa pikiran kayak gitu itu merugikan diri sendiri? Hah…? Kalian gak setuju? Jadi menurut kalian itu pikiran yang normal? Wajar? Yaa ampuuunn… Pikir deh, kalo kamu mikir kayak gitu (susah-melihat-teman-seneng), apa ada untungnya? Bukannya kamu jadi nggak sukacita? Bukannya jadi mengganggu konsentrasi blajar? Bukannya jadi ngurangi mood kegiatan sehari-harimu? Bukannya malah kebencian yang kamu tanam di hatimu malah akan menghasilkan "buah" yang jelek? Bukannya pengaruh dendam di hatimu akan terpancar lewat wajah dan sikapmu sehingga orang yang ngeliat kamu jadi was-was? Bukannya nanti semua hal yang kamu lakukan sedikit ato banyak kamu lakukan dengan dasar kebencian itu? Lalu, buah macam apa yang bisa kamu harapkan ketika kamu melakukan kegiatan dengan dasar "kebencian"? Kamu nggak mungkin mengharapkan buah mangga muncul dari onak dan duri kan?
Paragraf di atas adalah Brain-washing #1, untuk menghadapi sindrom susah-melihat-temen-seneng. Message me if you still didn’t get the point. Some of you did it on my previous postings.

Untuk sindrom senang-melihat-temen-susah. Kelihatannya baik. Hati kamu menjadi senang ketika kamu ngeliat temen susah… kliatannya ini lebih positif ketimbang sindrom susah-melihat-teman-senang. Dengan hati yang senang, kita bisa lebih bersemangat blajar, kita lebih moody dalam menjalankan kegiatan sehari-hari, kita lebih bahagia, dan hidup terasa menyenangkan… Stuju? Hah…? Kalian setuju?
Gini… semakin banyak kamu mengalami perasaan senang karena kesusahan temenmu (karena dia diputus pacarnya, karena dia peringkatnya jeblok, karena dihukum guru… dst… dst), artinya sindrom seneng-melihat-temen-susah dalam diri kamu semakin parah. So what kalo semakin parah? Bukankah perasaan senang yang dialami juga semakin banyak? Berarti semakin positif dunk? Not like that! Semakin parah sindrom seneng-melihat-temen-susah, artinya kamu semakin puas ketika melihat temenmu yang sedang ditimpa kesusahan. Dengan sifat dasar manusia yang selalu ingin seneng, kamu semakin berharap untuk mendapat kesenangan dari kesusahan temen-temen kamu. Semakin lama, kamu akan berada dalam ikatan mendapat "kesenangan" dari kesusahan temenmu. Aku kuatir, keadaan ini bakal bikin kamu "merancangkan" kesusahan buat temen kamu en you do that (agar kamu isa mendapatkan kesenengan dari situ). Temen kamu yang udah punya pacar, mulai kamu panas2i. "Eh, cowok kamu tu, kmaren aku liat jalan ma si cewek ini, gandeng tangan lagi. Kalo aku jadi kamu, pasti udah aku…" (kamu bayangkan deh skenarionya selanjutnya). Lalu kamu mulai mendapatkan kesenengan ketika hubungan temen kamu ma pacarnya mulai memanas. Yang jadi pertanyaanku, apa hidup senang dengan cara gitu yang kalian harapkan? Masih banyak banget cara mendapatkan kesenengan ketimbang dari ngeliat orang susah. Honestly buat aku pribadi, kesenangan yang didapat ketika bisa mendamaikan temen ma pacarnya, much… much… better ketimbang kesenengan yang didapet ketika berhasil memutus dia dengan pacarnya. Trust me. Blajar buat menghapus perasaan seneng ketika ngeliat temenmu susah. Gak ada untungnya kok sindrom seneng-melihat-temen-susah dipelihara. Apalagi sampe dikasih makan dan dikembangbiakkan!

10% + 90% = 100%

Kalo misalnya menjalani hidup itu isa aku ubah dalam bentuk matematika, maka aku akan menuliskan bahwa kehidupan yang kita jalani itu adalah 100%. Apa maksutnya? Maksutnya, bahwa kita diberi anegurah ma Tuhan untuk menjalani hidup sebesar 100%. Tuhan nggak ngurangi 1% pun! Begitu kita lahir, maka hidup ini diberikan penuh 100% menjadi milik kita.

Laen ma hewan. Kalo kamu punya hewan peliharaan anjing ato burung, maka hewan peliharaan kamu itu gak isa menikmati 100% hidupnya. Knapa? Obviously, mereka gak isa mengambil tindakan terhadap "nasib" yang menimpa mereka. Seandainya anjing itu kamu kurung gak bole kluar dan gak kamu kasi makan, so what? (wiih, kejemnya) Kalo anjingnya isa ngomong, dia akan bilang, "Yaa… gimana lagi, nasib gue dapet majikan yang suka ngurung dan pelit minta ampun… Nasiiiibb ya nassiiib…"

Dogie Kalo anjingnya kamu sayang2, kamu mandiin tiap hari, kamu perhatikan makannya (bahkan kamu menemaninya kala dia melahirkan 6 ekor anak anjing yang lucu2), dianya juga "so what?". Seneng ya seneng… Tapi terus so what? Mo ngapain lagi… Hidup anjing kamu hanya sebatas menjadi kesayanganmu (hidup anjing kamu 90% akan bergantung pada perlakukanmu sebagai majikan). Itu yang aku maksut bahwa hewan gak punya 100% anugerah kehidupan. In some cases, beberapa persen dari kehidupan mereka dikontrol oleh makhluk hidup yang lebih tinggi derajatnya. Wants another examples? Hidup seekor tikus akan dikontrol oleh kucing. Secara naluri, kalo ada kucing, tikus mending mati kelaparan di liangnya daripada keluar dan menjadi santapan kucing (ini jelas, kehidupan seekor tikus 50%-nya dikontrol oleh kucing).

Laen dengan manusia. Manusia itu bener-bener 100% enjoy! (minjem nama salah satu acara musik yang disponsori ma rokok yang berslogan "Enjoy aja!", entah apa maksudnya enjoy untuk sesuatu yang mengurangi umur). But… (I’m sorry to tell this), ada 10% dalam hidup kamu yang gak isa kamu kontrol. Loh, tadi katanya 100% milik kita? Iya, emang kita dikasi anugerah untuk menjalani hidup sebesar 100% (gak seperti anjing peliharaan yang hanya bisa pasrah pada nasib, ato tikus yang hidupnya tergantung pada seekor kucing). Nah, 10% ini adalah something yang unpredictable, accidentally, uncontrollable, out of plan, dan gawatnya there’s no way you can escape from it! Bingung?

Gini, pagi-pagi pas kamu sarapan, secara gak sengaja baju kamu ketumpahan teh karena kecerobohan adek mu. Itu jelas di luar kontrol kamu (dan kamu juga gak tau bahwa itu akan terjadi). Ato, pas kamu lagi jalan-jalan terus dompet dan hape kamu dicopet orang (nah, itu juga termasuk unpredictable). Ato, lagi enak-enak blajar eh, lampu mati sampe 10 jam! (itu juga di luar rencana dan gak isa dihindari). Nah itu dia yang aku maksud dengan 10% dari hidup kita yang gak isa dikontrol. Mau kasus yang lebih gawat? Anak yang terlahir dari orang tua yang mengidap HIV/AIDS, anak yang terlahir dari keluarga yang kekurangan, anak yang lahir cacat tanpa tangan / kaki (ato mengalami kecelakaan sampe tangan ato kakinya diamputasi), korban bencana alam di Aceh, Nias, Badai Katrina, Badai Rita, bom bali (yang ini baru aku update) dan banyak lagi. Jelas si objek tersebut nggak isa ngontrol hal-hal kayak gitu kan?

Seandainya itu adalah pilihan, maka gak ada anak yang mau dilahirkan oleh orang tua yang mengidap HIV/AIDS, gak ada anak yang mau dilahirkan cacat tanpa tangan / kaki, gak ada orang yang mau tertimpa bencana dst… dst… Tapi karena itu bukan gak isa kita kontrol (bukan pilihan), ya harus dijalani. Itu maksutnya 10% yang uncontrollable. (Eniwei, selain kasus-kasus negatif, juga ada kasus positif yang gak isa kita kontrol, misalnya terlahir dengan multiple intellegence en talent yang luar biasa -like some of my students-, terlahir dengan talenta menulis yang luar biasa -like JK. Rowling-, terlahir sebagai cowok keren -like… me? ups, sorry, can’t find another example-. Nah, itu 10% positif yang uncontrollable. You have this uncontrollable 10% both positive and negative.

Eh, entar… Ini laen ma pacar loh… Punya pacar itu adalah pilihan (gak termasuk dari 10% yang gak isa dikontrol ini)… Gak mungkin kan pas kamu jalan-jalan tiba pas di tengah jalan kamu "tertimpa" pacar tanpa bisa kamu hindari… Lalu sampe rumah, kamu cerita mama papa, "Pa, aku tadi di jalan tiba-tiba dapet pacar… Ya gimana lagi, aku gak isa menghindari…" Kebayang nggak reaksi papa mama kamu denger ceritamu? Sekolah juga sama. Kalo kamu mo sekolah ato kuliah ato kerja, itu juga pilihan. Sesuatu yang isa kamu pilih, bukan 10% yang uncontrollable itu. Gak mungkin kan kamu tiba-tiba terdampar di sebuah sekolah ato univ ato tempat kerja (dan terpaksa harus menjalaninya pada hari-hari berikutnya…?) It’s a choice. Setuju bahwa hal-hal kayak gini adalah pilihan? Kalo setuju, teruskan baca. Kalo nggak stop baca, SEKARANG!

Jadi ada apa dengan 10% - 90% ini?
Since we can’t control the 10% of our life (although we have the life itself), the rest of it (90%) still under (our) control. Pheww…! Lega kan? Seandainya 100% hidup gak isa kita kontrol, ya jadi kayak wayang (yang ceritanya terserah si dalang), kayak bioskop (yang ceritanya tergantung si penulis skenario), gak seru banget menjalani hidup kayak gitu. Justru asyiknya menjalani hidup ini karena ada 90% yang bisa kita kontrol. Jadi, I’m gonna tell you really… really CLEAR about this!

Gak ada ceritanya hidup kamu itu sudah ada suratan yang gak isa diubah… Gak ada ceritanya bahwa kamu hidup dengan menjalani "nasib" yang sudah ditulis sebelumnya… Jangan percaya kalo ada yang bilang nasibmu jelek ato kamu ditakdirkan sebagai orang miskin (ato orang kaya), jangan percaya kalo ada yang bilang kamu gak bakalan punya pacar ato bakal suamimu (ato istrimu) nanti asalnya dari kota ini, itu, dan sifatnya gini, gitu… jangan percaya kalo karirmu nanti pasti di bidang ini itu… Jangan percaya deh. Kita kan punya 90% tadi yang bisa kita kontrol (dan karir, jodoh ato pacar, like I said before, adalah PILIHAN - tadi udah setuju kan bahwa hal-hal itu adalah pilihan, gak termasuk 10% yang uncontrollable…).

Jadi, mo diapakan 90% ini? Ya itu pilihanmu… Kamu punya hak sepenuhnya terhadap 90% ini. Mo ngapain aja, ya whatever! Loh, kok…? Kalo 10% adalah kejadian gak disengaja dan 90%nya adalah adalah pilihan, terus Tuhan ngapain dunk? Kalo 90%nya adalah pilihan kita, rasanya kok "GUE BANGET" (minjem salah satu nama acara di MTV)…? Terus kok kayaknya Tuhan ini cuman jadi penonton aja…? Gimana gak jadi penonton, lha 10%-nya kejadian yang uncontrollable, 90% tergantung dari pilihan kita, jadi bagian Tuhan cuman 0%…? Tumben si Windra jadi gak "ber-TUHAN" gini?

Hehe2… Gini… Pertama, 10% yang uncontrollable itu terjadi dengan seizin Tuhan. Kalo Tuhan nggak ngizinkan terjadi, there’s no way it can happen… Setuju kan? (sehelai rambutpun gak akan jatuh kalo Tuhan gak ngizinkan… Ini di ayat mana ya? Kalo tau tuliskan di comment dunk, biar isa aku update).

Success The rest 90%, yang menjadi pilihan kita emang terserah kita. Kalo misalnya kamu kena bencana alam yang menghabiskan seluruh anggota keluarga kamu (10% yang gak isa dikontrol), kamu masih punya 90%… Dengan 90% ini, kamu isa memutuskan untuk frustasi, marah ma Tuhan, patah semangat, gak mau hidup lagi (en finally bunuh diri)… ATO kamu meneruskan hidup kamu dengan semangat, antusiasme tinggi untuk start dari awal dan berjuang lagi…! Wiiih, kasusnya terlalu berat ni! Gini lah, kalo misalnya kamu kecopetan hape (10% yang gak isa dikontrol), kamu isa bersungut-sungut (dan bertanduk-tanduk terhadap si pencopet hape itu), jadi bete ke semua orang, cemberut setiap hari, gak smangat hidup lagi (gara2 kamu gak isa sms2an lagi) ato kamu isa merelakan hape itu, gak dendam ma si pencurinya, dan next time kalo kamu bawa hape akan lebih hati-hati (ini 90% yang isa kita pilih). Ato kalo kamu pagi-pagi mo brangkat skolah terus adekmu menumpahkan teh, ato saos ke baju seragam kamu (10% yang gak isa kamu kontrol), kamu bisa milih buat marah-marah ke adekmu, bentak2 sampe adekmu nangis, terus mengibarkan bendera permusuhan dengan adekmu, pasang tampang cemberut di kelas ato pilihan laen kamu isa senyum ke adekmu sambil bilang "next time ati2… sini tak bantui nuang saosnya", lalu kamu tetep berangkat ke skolah dengan hati ceria (90% yang isa kita pilih). Kasus laen, kalo kamu lahir dengan multiple intellegence dan talent yang luar biasa (10% yang gak isa kamu kontrol), pilihan yang bisa kamu ambil adalah nyimpen talent yang kamu punya itu untuk kamu sendiri, kalo ada yang nanya ke kamu pura-pura gak tau, terus gak berusaha ngembangkan talenta yang dipunyai ato pilihan yang laen, kamu isa mengembangkan talenta kamu, memanfaatkannya buat hal-hal yang berguna (to make world to be a better place), ngajari anak2 laen yang gak isa…

Nah, itulah the power of 90%! So, Tuhan di mana? Everytime kita mo memilih buat the rest 90% itu, kita mesti melibatkan Tuhan. Nanya ke Tuhan, keputusan apa yang harus kita ambil… (for sure, DIA gak akan menjerumuskan kita). Masalahnya, saat kita nanya ke Tuhan, suara Tuhan gak audible buat kita dengar di telinga. Beneran…! Aku sampe saat ini juga blom pernah dengar suara Tuhan masuk di telingaku… (tapi ada juga beberapa orang bisa denger). Buat aku, Suara Tuhan itu masuk gak lewat telinga, tapi masuk ke hatiku. Ketika aku doa minta petunjuk ma Tuhan untuk keputusan (the rest 90%) yang harus aku ambil, Tuhan ngasih jawabnya. Sometimes, dijawab lewat suatu kejadian, sometimes dijawab lewat orang laen, sometimes Tuhan "naruh" jawabannya gitu aja di hatiku. Tapi, somehow, aku tau bahwa itu adalah suara Tuhan. Kok tau kalo itu adalah suara Tuhan…? Sederhana aja. Kalo kamu intim ma Tuhan, pasti isa mbedakan mana suara Tuhan dan mana yang bukan (kayak kalo kamu intim ma papa ato mama, pasti isa mbedakan mana suara papa/mama dan mana suara orang laen). Tuhan juga bekerja dengan cara itu. Kalo kita intim, akan gampang banget (peka) ndengerkan suara Tuhan buat memutuskan the rest 90% itu. Cara intim ma Tuhan gimana? Ya… itu! Kamu sendiri gimana caranya bisa intim ma papa/mama sampe isa mbedakan suara papa/mama ato bukan? Mesti gaul tiap hari kan? Ya sama kayak gitu cara biar intim ma Tuhan. Mesti bergaul tiap hari. Kalo aku, gaulnya dengan cara sering baca Firman Tuhan (so aku ngerti bagaimana pola Tuhan bekerja), sering berdoa (ngobrol2 ma Tuhan), sering baca buku-buku rohani, ke gereja tiap minggu buat praise and worship, buat ndengerkan kothbah (inti dari kothbahnya juga diambil dari Alkitab)… Dengan cara itu aku isa lebih kenal Tuhan, lebih intim en the most important lebih isa mendengarkan "suara"Nya.

Kamu tentu boleh-boleh aja memutuskan buat mengambil keputusan yang the rest 90% itu dengan caramu sendiri, berdasarkan pengalamanmu (ato pengalaman orang laen). That’s a choice juga loh. Sukur2 deh, kalo keputusan itu ternyata "kebetulan" sama dengan caranya Tuhan… Tapi kalo keputusan yang kamu ambil itu sampe salah, ya harus nanggung akibatnya. Kalo memutuskan sesuatu dari hikmat Tuhan, dijamin 100% gak bakal salah deh!

Nah, inti dari blog yang panjang ini pendek saja: karena 10% bagian dari hidup kita gak isa kita kontrol, maka do your best di the rest 90%-nya!

Putus...?Nggak ya?

Pernah diputus pacar kan? Kalo blom juga nggak papa. Nanti juga ngalami… Gubrakkk! Sori… Maksutku gini, kalo suatu saat kamu ngalami diputus pacar, nggak perlu sebel, nggak perlu bete, nggak perlu main filem ala filem-filem India dengan background hujan deras lalu berlari-lari, menangis sambil meneriakkan nama mantan pacarmu sekeras-kerasnya. Terus dengan efek slow motion, filemnya mulai menampilkan adegan-adegan kenangan indah kalian berdua, waktu makan sepiring berdua, minum sebutir kelapa muda berdua, bergandengan tangan di sepanjang taman yang penuh bunga mawar dan melati… Gubrakk…! Mellow buanget…

Bagi yang pernah diputus, pasti macem-macem deh alasan pemutusannya. Bisa karena pacar kamu itu ngerasa nggak cocok ma kamu. Abisnya kamu mesti nggak pernah nyambung ma dia. Diajakin nonton filem horor di bioskop, kamu males, diajakin nonton filem komedi kamu gak tau lucunya di mana, diajakin shopping ke mall, kamu malah pengen makan jagung bakar di Pulosari, diajak blajar bareng, kamu malah tidur… Nggak nyambung kan? Terang aja pacar kamu minta putus. Terus kamunya heran… Dimana sih letak nggak nyambungnya…? Diajakin nonton filem horor, jelas aja nggak suka? Sapa coba yang suka duduk gelap-gelapan di gedung bioskop, lalu ditakut-takuti ma hantu, setan, ato orang yang dikejar-kejar mo dibunuh ala Scream… Udah ditakut-takuti gitu, disuruh beli tiket lagi. Boro-boro beli tiket, gratisan aja blom tentu mau… Tul nggak? Sementara pacar kamu, bilang kalo itu adalah tontonan yang menarik… Dimana coba, isa ngeliat dengan jelas setan ato hantu yang menakutkan, isa ngeliat mimik ketakutan orang yang dikejar-kejar mo dibunuh…

[Nah, sampe sini jadi kliatan banget nggak nyambungnya...]

Ato bisa juga kamu diputus karena pacarmu sadar kalo dia itu emang blom waktunya pacaran (jadi inget ayat di Pengk 3:1, “Untuk segala sesuatu ada masanya”). Nah, kalo dia memutuskan dengan jurus ini ada dua kemungkinan. Yang pertama dia emang bener-bener ngerasa blom waktunya pacaran. Mungkin gara-gara kamunya marah-marah terus ma dia, karena dia selalu telat, karena dia gak rapi, karena dia gak isa jaga badan, karena dia gak isa ngerti keinginan kamu, karena dia nggak isa menghargai selera kamu, karena… karena… Nah, tuntutan kamu yang macem-macem ini, bisa bikin dia ngerasa dirinya “gak layak” buat kamu. Jadi kemungkinan pertama, dia emang bener-bener ngerasa sadar bahwa dia masih blom waktunya pacaran ma kamu… Jangan-jangan emang “waktu” itu nggak pernah adam, karena kamunya nggak pernah bisa ngerti dia.

Ato kalo kamu diputus dengan cara seperti itu, ada skenario kedua. Bisa aja dia itu sok-sokan. Maksutnya gini, dia itu sebenernya emang pengen mutus kamu (gak tau karena bosen, gak tau karena punya gebetan baru). Nah, biar keliatan keren, dia pake jurus “Aku blom waktunya pacaran. Mungkin nanti kalo udah waktunya, aku pasti kembali buat kamu…” ato pake jurus “Aku ini nggak pantes buat kamu. Kamu nanti pasti dapet yang lebih baek dari aku…” Ampuuunnn deh, nggombal buanget gitu loh! Biasanya para cewek-cewek kalo dapet jurus kayak gitu hanya bisa menangis, sambil memandang hape-nya (karena mutusnya lewat SMS… Tragis amat!). Terus berpikir, “duh… dia baik banget ya? Perhatian ma aku, pengen aku dapet yang lebih baek… Bener-bener cowok yang bertanggung jawab…” Emang bener nggak ya para cewek mikir kayak gitu? (Jangan-jangan besok udah keliatan dia jalan ma cewek laen…). Gdubrakkk…!

Ada lagi alasan laen kamu diputus pacar. Ini yang paling sadis! Dia pacaran ma yang laen dan bilang ke kamu dengan jujur, “aku udah punya pacar baru. Jadi aku nggak isa jalan ma kamu lagi… Sori banget ya…” (terus ditambahi, “kamu mesti kuat ya… Tuhan berkati!”) Waaaah… dunia seakan-akan runtuh. Kalo durian runtuh masih mending, arti konotasinya adalah dapet undian (sampe-sampe ada bank yang ngasih undian rejeki durian runtuh!). Tapi ini bener-bener gawat. Pacar yang kamu cintai, yang kamu sayangi, yang kamu perhatikan ternyata berselingkuh dan bilang jujur ke kamu…

Ngomong-ngomong soal putus memutus, aku sering banget tau kejadian “memaksa agar diputus”. Ngerti maksutnya? Gini, misalnya kamu (entah kamu itu cowok, ato kamu itu cewek) udah ngerasa nggak cocok ma pacarmu. Tapi pacarmu tu masih sayang banget, masih perhatiaaaaann banget… Setiap saat di-sms. Pas jam makan, nanya “udah makan yang…?” (kata “yang” bisa berarti “sayang” ato “udah makan yang… kenyang?”) , ato waktu libur panjang di-sms-i “udah bikin pe-er yang…?” (saking perhatiannya), ato “udah mandi yang…?” (padahal waktu itu tengah malem, saking bingungnya nggak tau harus perhatian dengan cara apa lagi). Nah, kalo kamu udah bosen ma pacarmu, pasti jadi risih juga kan digitukan… Pernah ngalami ya? Mo dibalesi nanti kuatirnya dia tambah sayang en perhatian, mo nggak dibalesi, nanti dia ngira kamu lagi ngacangin dia (en dia tambah sakit ati, stress…) Serba salah… Repot kan? Akhirnya tindakan yang diambil adalah kamu “memaksa agar diputus.” Caranya? Macem-macem… Misalnya memanas-manasi, pura-pura selingkuh (ato mungkin udah selingkuh beneran?), ngelakukan hal-hal yang nggak disukai pacarmu (dari motong rambut sampe dandan ala rocker), mulai nunjukkan kecuekan-kecuekan yang melukai hati dia… Kalo dia sms, “udah makan yang…”, kamu dengan ketus menjawab, “urusan loe apa ma mkn gue, mo mkn kek, minum kek, itu kan urusan gue? loe tu ya, jgn ikut campur deh!”, di sms, “lagi ngapain yang…”, langsung dibalesi… “loe jangan ganggu gue, ngerti privasi gak sih loe!” Aduh, terus terang, aku kasian ma pacar yang digitukan… Makan ati buanget kan? Kalo kejadiannya kayak gini, saranku, kalian ngomong baek-baek deh. Jangan pake jurus “memaksa agar diputus.” Ngomong apa yang jadi masalah kalian. Nyari jalan terbaik buat kalian (jadi kayak bapak-bapak nih). Seandainya nanti putus beneran, pasti hubungannya jadi nggak enak (tapi sejak kapan ya putus itu enak?)

Nah, topiknya ini kalo kamu diputus, padahal kamu masih sayang ma dia, terus mo ngapain?

Biasanya ada dua tindakan yang diambil (ini fokus kepada yang diputus ato pihak yang dikecewakan). Yang pertama, kamu ngambil jurus self pity. Mengasihani diri sendiri… (dengan cara memutar kembali filem India yang tadi, nyanyi lagunya Naif yang “Mengapa… Aku begini…?”). Jurus-jurus kehidupan sedih mulai keluar semua, terutama kalo berada di depan mantan pacar. Pasang tampang sedih dan berharap mantan pacarmu ngeliat kamu yang lagi sedih… Pasti kamu mikir (dengan mengeluarkan semua kemampuan berpuisi dan ber-sastra ala sastrawan angkatan ’45), “Liat ni, gara-gara dikau putuskan daku, hidupku jadi berantakan… Liat kan wajahku yang selalu sendu? Liat kan hidupku yang nggak lagi bergairah menyongsong hari esok? Teganya dirimu menyakitiku… Ayo balik dunkk…”, Yeee… buntut-buntutnya minta balik… Payah deh! Masih blom abis jurusnya, sekarang kamu mulai ngeluarin jurus “nggak ngerawat diri” (berharap agar mantan kamu mau merhatikan kamu). Yang biasanya kemana-mana rambutnya disisir rapi, sekarang dibiarkan jebrik-jebrik, yang biasanya pakaiannya rapi, jadi berpakaian ala kaipang… (apa mantan pacar kamu nggak tambah jijai ngeliat kamu kayak gitu?) yang biasanya rajin blajar, jadi nggak mau blajar sama sekali (nggak isa konsen alasannya). Gawatnya lagi, yang biasanya doyan makan, jadi nggak mau makan sama sekali… Pokoknya gara-gara diputus, kamu jadi “menyalibkan” kedagingan kamu deh… Lalu setelah semua jurus dikeluarkan dan nggak mendapat respon yang bagus, kamu ngeluarin jurus pamungkas, yaitu menyakiti diri sendiri… Mulai dari meng-cutter-cutter lengan tangan ampe berdarah (kenapa nggak pake parut sekalian, jadi langsung isa banyak lukanya?) sampe mikir cara-cara ternyaman buat bunuh diri… [Dhueeennkkkk! Bunuh diri? Kalo mo bunuh diri bilang aku dulu dong... Please yah... Nanti aku daftarkan asuransi jiwa dulu. Jangan kuatir deh, preminya pasti aku yang bayar. Aku pasti milih yang preminya termahal. Cuman di ahli warisnya tulis namaku.]

Aku isa ngerti. Harapan kamu agar isa mendapat perhatian dia kembali kan? Siapa tahu waktu dia ngeliat kamu yang serba tidak terurus itu, tiba-tiba dia jadi berbelas kasihan, lalu kalian kembali pacaran, menikah, punya anak dan akhirnya hidup bahagia selamanya… Dongeng kaleeee…! Ok, nggak salah kok kamu berharap kayak gitu. Bisa jadi emang yang kayak gitu.

Tapi sebelum kamu berspekulasi dengan skenario “self pity”, gimana kalo kamu baca skenario keduanya?

Skenario kedua waktu kamu diputus adalah kamu menjadi tough girl (kalo cewek) dan jadi tough boy (kalo cowok). Kalo ketemu ma mantan kamu, kamu nunjukkin bahwa tanpa dia, dunia itu masih berputar. Tanpa dia, hidup kamu fine-fine aja. Kamu tetep semangat belajar, kamu ke sekolah tetep dengan ceria tanpa beban apapun. Kamu isa ikut banyak kegiatan di sekolah ato di luar sekolah yang nambah banyak temen kamu. Kalo mantan kamu sms buat sekedar say hi (walopun basi banget), kamu tetep isa balesi SMS dia sebagai temen. Apalagi kalo mantan kamu udah punya pacar baru. Kliatan banget kan kalo dia itu nggak setia. Mestinya kamu ngerasa kasian ma pacarnya mantan kamu itu… Kok mau-maunya ma orang yang nggak setia. Beruntung deh kamu udah diputusin… Tunjukkan di depan dia, bahwa kamu adalah “tough guy” (minjem istilah filem-filem hollywood) yang nggak gampang nangis gara-gara seorang pacar yang mutus kamu dengan kejam. Walopun tanpa dia, kamu tetep isa berhasil dalam apapun (tunjukkan ke dia, kalo ada lomba balap karung tujuh belasan ikut aja, kalo menang kan paling nggak one step ahead menuju menang di lomba lari marathon). Isi hidup kamu dengan banyak kegiatan yang bermanfaat (daripada hanya menyesali diri). Kalo kamu tetep konsisten menjalani hidup kamu dengan semangat (nggak self pity), next 10-15 years, ketika kamu sukses dan ketemu mantan kamu yang sudah mencampakkan kamu, dia pasti kagum ma kamu… Walopun kamu nggak perlu berniat bikin dia menyesal, tapi mungkin dia akan menyesali keputusan ketika memutuskan kamu. Tapi kalo kamu berkubang dalam “self-pity” dan next 10-15 tahun kemudian kamu gak jadi apa-apa, terus ketemu dengan mantan kamu, pasti mantan kamu mikir “untung gue putus dulu… liat aja sekarang, nggak jadi apa-apa dia…!” Wadohhh… sakit kan?

So, kalo kamu diputus, pilihannya ada di kamu. Kamu mau jadi “self pity” ato jadi “tough”? Kalo aku sih, aku akan milih jadi tough. Kalo jadi self pity itu kok kayaknya meranaaaa banget. Jangan-jangan nanti mantan pacar kamu mikir, “Cengeng banget ni anak. Diputusin gitu aja udah ilang semangat hidupnya… Payah deh!”. Jangan-jangan, waktu kamu ber-“self-pity”-ria, mungkin malah mantan kamu lagi asyik jalan-jalan ma temen-temennya, lagi asyik ngerjain hobi-hobinya, lagi asyik hangin’ out… Rugi banget kankamu?

Tapi kalo kamu jadi tough, mantan pacar kamu pasti mikirnya laen, “Aku itu tau pasti kalo dia itu sakit banget waktu aku putus, tapi kok dia tetep isa enjoy ya? Dia tetep semangat… Wah, bener-bener hebat!” Bisa-bisa mantan kamu malah yang ngajak balik… (Wah, kalo itu terserah kamu deh!)

Ngomong-ngomong tentang diputus pacar, kamu pernah liat bintang di langit nggak? Pernah kan? Kalo blom, coba nanti malem kamu liat deh.

Terus apa hubungannya bintang di langit ma diputus pacar? Gini, kalo misalnya kamu fokus ngeliat sebuah bintang di langit, menurut kamu apa kamu bener-bener isa menikmati indahnya langit? Nggak bisa kan? Coba deh praktekkan. Liat sebuah bintang (sembarang deh, mo bintang yang terang, yang redup, yang gede, ato yang kecil). Liatin terus aja ampe pagi. Pasti kamu akan melewatkan keindahan langit. Besoknya liatin lagi bintang itu, besoknya liatin lagi, besoknya lagi… Kira-kira kalo kamu ngeliati bintang itu teruuus… apa kamu isa ngeliat keindahan langit yang sesungguhnya? Rugi banget kan? Kamu pasti juga nggak pernah tau kalo ada bintang yang lebih bercahaya yang bisa dengan mudah kamu dapatkan… Kalo emang bintang yang kamu liat itu udah nggak pengen kamu liat, kenapa kamu nggak ngeliat langit aja? Kamu percaya kan di langit itu ada banyak bintang? Nikmati keindahan langit, kamu pasti kagum ma Tuhan yang menciptakan bintang-bintang itu. DIA itu nggak cuman menciptakan satu bintang kok. DIA menaburkan bintang-bintang di langit untuk dinikmati. Jadi jangan fokus ke satu bintang aja… Rugi banget. Liat deh langit, perhatikan bintang-bintang yang ada di sana, kamu pasti ngerasa bahwa bintang yang selama ini kamu pandangi, ternyata ya… hanya sebuah bintang. Jadi jangan terburu-buru hanya fokus ke sebuah bintang. Liati bintang-bintang yang laen, setelah kamu cukup tau semua karakteristik bintang, baru kamu isa memilih satu bintang yang paling cocok ma kamu.

Ngerti kan maksutku? Jangan stuck pada mantan pacar yang udah mutusin kamu.