Minggu, 09 November 2008

Senang-Lihat-teman-susah vs Susah-lihat-teman-senang

Ada sindrom yang aneh di sekeliling kita. Terjadi hampir di semua lapisan masyarakat. Mulai dari anak kecil sampe orang tua. Osteoporosis boleh cuman menyerang orang tua. Merengek2 minta uang jajan boleh cuman terjadi pada anak-anak kecil. Perasaan sedih ketika ulangan dapet jelek boleh cuman terjadi pada anak sekolah. Keinginan demo cuman ada pada para pekerja yang merasa dirugikan oleh pihak manajemen perusahaan. Kekuatiran terhadap masa depan anak, hanya bisa dirasakan oleh papa mama yang udah punya anak. Ketakutan nggak naek kelas, hanya bisa dialami oleh para pelajar. Lah, yang uniknya ada sindrom yang terjadi di semua lapisan masyarakat. Dari anak kecil yang baru bisa ngomong sampe orang tua yang udah nggak bisa ngomong bisa mengalami sindrom ini. Tau sindromnya?

Ada dua sindrom, yaitu sindrom senang-melihat-teman-susah dan susah-melihat-teman-senang. Kalo liat temen yang lagi ditimpa kesusahan, dia seneng. Dan dia susah kalo ngeliat teman yang lagi seneng. Pernah ngalami (menjadi objek atau subjeknya)? I bet you did! Mana yang lebih baik, sindrom seneng-melihat-teman-susah ato susah-melihat-teman-seneng?

Sindrom seneng-melihat-temen-susah itu sama jeleknya dengan sindrom susah-melihat-teman-seneng. Kalo boleh aku dengan "kasar" mengatakan, itu adalah penyakit… (btw, the-girl-who-still-remain juga seorang calon dokter, aku bisa minta saran buat nama penyakit ini, bu…?). Emm… kalo harus ngasih nama sindrom ini, aku akan memberi nama sindrom SMTS (untuk mewakili kedua sindrom ini, senang-melihat-teman-susah sekaligus susah-melihat-teman-senang).

Apakah sindrom SMTS terjadi pada anak kecil. Ya! Tanpa ada yang mengajari, anak kecil sudah terjangkit sindrom ini. Orang tua jelas tidak pernah mengajari mereka untuk bersedih ketika melihat temannya senang atau senang ketika temannya susah. Ayo, mau mengingat-ingat masa kecilmu? Apa yang kamu rasakan kalo kamu ngeliat seorang temenmu dengan asyik maen mobil2an (ato boneka buat anak2 cewek) yang lebih bagus dari pada punyamu? Most of them (anak-anak kecil) pasti segera terjangkit sindrom susah-melihat-teman-seneng. Rasa jengkel, iri, keinginan memiliki mobil2an (ato boneka) itu langsung ada di hatimu. I bet you did (hei, me too!).

Lalu pas kalian masih kecil, apa yang kalian rasakan kalo ngeliat ada temenmu yang lagi dimarahi guru (karena dia suka menggodai kamu)? Lega? Seneng? Nah kamu sedang terjangkit sindrom senang-melihat-teman-susah.

Ketika kamu udah rada gedean, sindromnya masih sama, tapi situasi pemicu terjadinya sindrom ini udah beda. Pas sekolah, ketika ada temen kamu dapet ulangan jelek (apalagi kalo itu sainganmu), sindrom yang terjadi adalah senang-melihat-teman-susah. Tapi ketika sainganmu berhasil menjuarai suatu kompetisi sehingga dia dipuji-puji guru, sindrom yang terjadi adalah susah-melihat-teman-senang. Hayooo ngaku nggak?

Later (buat kalian yang blom ngalami), ketika telah menyelesaikan studi dan terjun ke dunia kerja, sindrom ini masih terus terjadi. Baik yang jadi pebisnis maupun yang jadi pegawai. Kalo ada rekan bisnis yang dapet tender gede (dan itu nggak nguntungkan kita sama sekali), muncul sindrom susah-melihat-teman-seneng. Tapi ketika ada pebisnis saingan yang lagi bangkrut, gak isa bayar utang ampe semua aset-aset-nya disita bank, yang muncul adalah sindrom seneng-melihat-teman-susah.

Next journey of your life (setelah kalian punya anak), sindrom ini masih menjangkiti. Ngeliat anak dari temen kamu lebih berprestasi, langsung kalian terkena sindrom susah-melihat-temen-seneng (karena dia bangga banget ma anaknya, sedang kamu nggak isa membanggakan anakmu). Lalu, ngeliat anak temen kamu prestasi kalah jauh ma anakmu, sindrom yang muncul seneng-melihat-temen-susah.

Masuk akal kan kalo aku bilang sindrom SMTS adalah sindrom semua umur? Apa di sekelilingmu kamu ketemu ma orang-orang dengan sindrom SMTS? Ato jangan-jangan kamu sendiri juga mengidap sindrom ini? Stadium brapa? 1? 2? 3? 4? (1 paling ringan dan 4 paling berat).

Aku juga heran, bahwa ternyata ini adalah sindrom alami. Nggak pernah ada yang ngajari kita buat punya perasaan seneng ketika ngeliat teman susah ato susah ketika ngeliat temen seneng. Rasanya perasaan itu muncul gitu aja. Ini sindrom yang aneh… (ups… Aku ngalami dejavu saat nulis paragraf ini. Seolah-olah aku pernah nulis tentang ini sebelumnya… Hmm… aku jadi mikir bahwa mungkin Tuhan pernah reveal rencanaNya bahwa aku akan nulis hal-hal kayak gini, tapi setelah DIA nunjukkan rencanaNya DIA, ingatanku tentang hal ini dihapus agar gak sampe mengubah rencana DIA yang udah tersusun dengan baik. Dunno lah…)

Pertanyaannya, apakah ada obat buat penderita sindrom SMTS? Kalo yang dimaksud obat adalah obat dalam bentuk pil ato suntik, pasti gak ada. Coba deh, kamu tanya ke apotik, apa ada obat buat sindrom SMTS? Pasti si apoteker-nya bingung, lalu dengan polos nanya "Itu sindrom apa ya? Kok baru denger…". Nah, itulah kesempatanmu untuk menjelaskan bahwa ini adalah sindrom baru yang ditemukan (discovered) oleh Windra (ups, narsis mode lagi on!).

Obat buat sindrom ini nggak dalam bentuk pil. Eh, entar… Kamu setuju nggak kalo aku bilang sindrom ini adalah penyakit? Penyakit yang nggak ada untungnya bagi para pengidapnya (lagian sejak kapan penyakit bisa menguntungkan penderitanya? Ah, ya, ada… kalo kamu punya asuransi kesehatan mungkin bisa mengeruk keuntungan dari penyakit yang sedang kamu derita, kontak asuransi kesehatan terdekat untuk keterangan lebih lanjut).

Obatnya sindrom ini adalah brain-washing! Cuci-otak. Kamu nggak isa menggunakan sabun cuci merek apapun yang pasti. Cuci-otak kayak apa?
Gini deh, jelas ketika kamu terkena sindrom SMTS (susah-melihat-teman-seneng), sindrom itu merugikan kamu. Siapa sih yang mau susah? Misalnya ketika temen kamu lagi seneng (karena dia punya pacar baru, sedang kamu masih blom laku juga, karena dia peringkatnya lebih baik dari kamu, sedangkan kamu ngepres, karena dia dapet fasilitas dari ortu yang lebih baik ketimbang kamu, dst… dst…), lalu kamu yang terkena sindrom susah-melihat-temen-seneng, langsung stress! Tiap hari mikir… "Kok isa ya dia dapet cowok itu… Aku ini jelas-jelas lebih cakep dari dia, lebih pinter, lebih keren, lebih gaul, tapi kok isa cowok itu lebih milih dia? Huh…! Awas ya…! Nanti kalo ketemu…" (kamu teruskan sendiri deh, aku gak ikut2, hehe2). Sapa yang setuju bahwa pikiran kayak gitu itu merugikan diri sendiri? Hah…? Kalian gak setuju? Jadi menurut kalian itu pikiran yang normal? Wajar? Yaa ampuuunn… Pikir deh, kalo kamu mikir kayak gitu (susah-melihat-teman-seneng), apa ada untungnya? Bukannya kamu jadi nggak sukacita? Bukannya jadi mengganggu konsentrasi blajar? Bukannya jadi ngurangi mood kegiatan sehari-harimu? Bukannya malah kebencian yang kamu tanam di hatimu malah akan menghasilkan "buah" yang jelek? Bukannya pengaruh dendam di hatimu akan terpancar lewat wajah dan sikapmu sehingga orang yang ngeliat kamu jadi was-was? Bukannya nanti semua hal yang kamu lakukan sedikit ato banyak kamu lakukan dengan dasar kebencian itu? Lalu, buah macam apa yang bisa kamu harapkan ketika kamu melakukan kegiatan dengan dasar "kebencian"? Kamu nggak mungkin mengharapkan buah mangga muncul dari onak dan duri kan?
Paragraf di atas adalah Brain-washing #1, untuk menghadapi sindrom susah-melihat-temen-seneng. Message me if you still didn’t get the point. Some of you did it on my previous postings.

Untuk sindrom senang-melihat-temen-susah. Kelihatannya baik. Hati kamu menjadi senang ketika kamu ngeliat temen susah… kliatannya ini lebih positif ketimbang sindrom susah-melihat-teman-senang. Dengan hati yang senang, kita bisa lebih bersemangat blajar, kita lebih moody dalam menjalankan kegiatan sehari-hari, kita lebih bahagia, dan hidup terasa menyenangkan… Stuju? Hah…? Kalian setuju?
Gini… semakin banyak kamu mengalami perasaan senang karena kesusahan temenmu (karena dia diputus pacarnya, karena dia peringkatnya jeblok, karena dihukum guru… dst… dst), artinya sindrom seneng-melihat-temen-susah dalam diri kamu semakin parah. So what kalo semakin parah? Bukankah perasaan senang yang dialami juga semakin banyak? Berarti semakin positif dunk? Not like that! Semakin parah sindrom seneng-melihat-temen-susah, artinya kamu semakin puas ketika melihat temenmu yang sedang ditimpa kesusahan. Dengan sifat dasar manusia yang selalu ingin seneng, kamu semakin berharap untuk mendapat kesenangan dari kesusahan temen-temen kamu. Semakin lama, kamu akan berada dalam ikatan mendapat "kesenangan" dari kesusahan temenmu. Aku kuatir, keadaan ini bakal bikin kamu "merancangkan" kesusahan buat temen kamu en you do that (agar kamu isa mendapatkan kesenengan dari situ). Temen kamu yang udah punya pacar, mulai kamu panas2i. "Eh, cowok kamu tu, kmaren aku liat jalan ma si cewek ini, gandeng tangan lagi. Kalo aku jadi kamu, pasti udah aku…" (kamu bayangkan deh skenarionya selanjutnya). Lalu kamu mulai mendapatkan kesenengan ketika hubungan temen kamu ma pacarnya mulai memanas. Yang jadi pertanyaanku, apa hidup senang dengan cara gitu yang kalian harapkan? Masih banyak banget cara mendapatkan kesenengan ketimbang dari ngeliat orang susah. Honestly buat aku pribadi, kesenangan yang didapat ketika bisa mendamaikan temen ma pacarnya, much… much… better ketimbang kesenengan yang didapet ketika berhasil memutus dia dengan pacarnya. Trust me. Blajar buat menghapus perasaan seneng ketika ngeliat temenmu susah. Gak ada untungnya kok sindrom seneng-melihat-temen-susah dipelihara. Apalagi sampe dikasih makan dan dikembangbiakkan!

Tidak ada komentar: